Lima Kriteria Kebijakan TAPE Kaltara
Berita Baru, Jakarta – Ahmad Iqbal selaku Kepala Subbidang Pengembangan Sumber Daya Alam (Kasubbid PSDA) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) menyampaikan lima (5) kriteria yang dipakai Kaltara dalam menerapkan skema Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE).
Hal ini ia sampaikan dalam Podcast Seri ke-2 yang merupakan rangkaian dari Festival Inovasi Ecological Fiscal Transfer (EFT) yang diselenggarakan oleh The Asia Foundation (TAF) dan dengan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Selasa (28/9).
Adapun lima (5) kriteria yang Iqbal maksud adalah pertama, adanya sistem atau kriteria terkait pencegahan dan pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla).
“Sebagai provinsi pertama di Indonesia yang menerapkan skema TAPE, kriteria seperti ini penting untuk menegaskan arah bersama kita,” ungkap Iqbal dalam diskusi yang mengangkat tema Belajar dari Penerapan TAPE Provinsi Kalimantan Utara ini.
Kriteria kedua, lanjut Iqbal, adalah adanya kriteria ruang terbuka hijau. Selanjutnya, ketiga adalah kriteria pengelolaan persampahan. Keempat kriteria perlindungan air dan terakhir kriteria mengenai pencemaran udara.
“Di sisi lain, adanya kriteria seperti ini berguna pula agar Pemda bisa memiliki pijakan dan arah untuk mendukung pembangunan berwawasan lingkungan,” kata Iqbal.
“Harapannya, target yang kita capai nanti bisa terukur dan bidikannya jelas, yakni penurunan emisi,” imbuhnya dalam diskusi daring yang ditayangkan langsung via Kanal Youtube Beritabaruco ini.
80% wilayah Kaltara adalah hutan
Dalam diskusi yang didukung oleh Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), Indonesia Budger Center, The Reform Initiatives (TRI), dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) ini, Iqbal menyampaikan bahwa faktor geografi adalah penyebab utama mengapa Kaltara memutuskan menerapkan skema TAPE.
Sebagian besar wilayah Kaltara, tegas Iqbal, adalah kawasan hutan. Sekitar 80% dari kawasan Kaltara adalah hutan, sehingga pemerintah penting menyiapkan strategi khusus agar hutan tersebut lestari.
“Dari situ, pada akhirnya kami memutuskan untuk menerapkan skema TAPE dengan dorongan masyarakat sipil tentunya yang porosnya jelas, yakni pembangunan berbasis kelestarian lingkungan hidup,” ujarnya.
“Sederhananya, kami membutuhkan anggaran fiskal yang tidak sedikit untuk menjaga hutan yang seluas ini. Yang dari situ, kami bisa turut menyumbang penurunan emisi,” imbuhnya dalam diskusi yang dipandu oleh Novita Kristiani ini.
Meski demikian, Iqbal mengakui bahwa Pemerintah Provinsi kerap menemui beberapa tantangan. Salah satunya adalah belum tersentuhnya output dari program tersebut secara langsung.
Selain itu, anggaran yang dikucurkan untuk tahun kedua ini, tahun 2021, mengalami penurunan menjadi 3 M yang pada tahun 2020 mencapai 5 M per-tahun.